Socrates adalah seorang filosuf Yunani kuno yang hidup dalam rentang masa tahun 470-399 SM. Dia merupakan filosuf besar pertama yang lahir di Athena, yang hidup pada masa yang sama dengan para Sophis yang menguasai panggung arena pada masanya. Kaum Sophis ini merupakan kumpulan orang berpengetahuan dan bijaksana yang mencari nafkah dengan mengajar para negarawan dengan imbalan. Socrates seorang yang berwatak tegas, tokoh sejarah terkenal yang difitnah dari dulu hingga sekarang.
Ayah Socrates adalah seorang
tukang batu dan pahat, sedangkan ibunya adalah seorang dukun beranak.
Saat berusia 30-an, ia bekerja sebagai seorang guru moral sosial yang
tidak mengambil imbalan juga tidak mendirikan gedung sekolah. Ia suka
berdiskusi berbagai macam masalah di tempat umum, misalnya tentang
perang, politik, persahabatan, seni, etika moral dll. Pada usia sekitar
40 tahun, ia menjadi tokoh kota Athena yang terkenal.
Socrates
dianggap mewakili suatu era baru, baik secara geografis maupun
temporal. Di samping itu ia merupakan salah seorang filosuf yang
mempunyai pengaruh paling besar terhadap pemikiran Eropa. Barangkali ia
merupakan sosok tokoh filosuf yang penuh teka-teki dalam sejarah
perkembangan filsafat. Dia tidak pernah menulis sebaris pun kalimat
dalam tulisan. Pemikiran filosofisnya dapat diketahui melalui
murid-muridnya yang menulis sejumlah dialog atau diskusi-diskusi yang
didramatisasi mengenai filsafat dengan tokoh utama Socrates. Salah satu
muridnya yang terkenal adalah Plato. Dari tulisan-tulisan Plato inilah
suara pemikiran filsafat Socrates dapat diketahui.
Cogito Ergo Sum
Seumur
hidup Socrates melewati penghidupan yang berat, namun tetap memusatkan
seluruh perhatiannya dengan melakukan penelitian ilmiah. Doktrin
Socrates memiliki warna mistisisme. Dia menganggap, bahwa keberadaan
pada hal ihwal di langit dan bumi, perkembangan dan kehancuran semuanya
merupakan rencana Tuhan. Ia menentang riset naturalis, menganggap bahwa
hal itu adalah menghina dewata. Ia mendorong orang-orang memahami
logikanya sebagai manusia, hidup pada kehidupan yang bermoralitas. Riset
utama filsafatnya adalah masalah etika moral.
Metode
penyampaian pemikiran filosofis Socrates dengan melalui proses yang
disebut “pembidanan.” Artinya membantu orang untuk “melahirkan” wawasan
yang benar. Metode ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
(berdiskusi) kepada setiap orang yang ditemuinya di setiap pelosok kota
Athena di mana ia lewat. Socrates acap kali berdebat dengan orang.
Dalam perdebatan, ia menggunakan sindiran, melalui desakan pertanyaan
tiada henti, agar pihak lawan bertentangan sendiri, mengakui tidak tahu
sama sekali terhadap pertanyaan tersebut. Melalui bentuk tanya-jawab,
teknik bantuan yakni membantu pihak lawan bicara membuang pandangan yang
salah, menemukan kebenaran yang sebenarnya, menyimpulkan melalui
perbandingan terhadap analisa masing-masing untuk mencari hukum
universal.
Melalui definisi yakni pandangan yang
sepihak dikembalikan ke konsepsi bias, langkah agar pihak lawan
memperbaiki pandangan keliru yang semula sekaligus mendatangkan
pemikiran baru. Dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk membuka
percakapan, seakan-akan ia sendiri tidak mengetahuinya. Dalam dialog ini
orang akan mengetahui kelemahan dari argumen-argumennya sehingga akan
menyadari apa yang benar dan apa yang salah.
Dengan
demikian orang akan dapat menangkap kebenaran filosofis dengan
menggunakan rasionya sendiri. Menggunakan akal atau rasio ini berarti
masuk ke dalam diri sendiri dan memanfaatkan apa yang ada di sana.
“Cogito Ergo Sum” begitu Socrates berucap bahwa dengan berpikir maka
manusia akan diakui eksistensinya. Prinsip berpikir tiada henti, kritis,
mempertanyakan segala sesuatu yang bertentangan dengan kekuasaan
masyarakat dengan mengecam segala bentuk ketidakadilan inilah yang
akhirnya mengakibatkan Socrates kehilangan nyawanya dengan dipaksa minum
racun cemara saat berusia 70-an tahun.
Kematian Proses Perjalanan Jiwa
Begitu
tegarnya Socrates menghadapi kematian di depan matanya saat detik-detik
menjelang ajal pelaksanaan hukuman minum racun. Kekuatan yang besar
hinggap pada dirinya hingga mampu menghadapinya dengan ketenangan yang
luar biasa diiringi derai tangis Xanthipe (istri), anak-anak, dan
sahabat-sahabatnya. Kekuatan Socrates muncul dari dasar keyakinannya
akan arti dari kematian itu sendiri. Ia yakin akan mampu melampaui
orang-orang mati dan bahkan para dewa sendiri. Kematian baginya
merupakan pemisahan jiwa dari raga. Kematian adalah proses pemurnian
dari jiwa itu sendiri. Seorang filosuf mencintai kebijaksanaan,
kebijaksanaan yang hanya dapat dicapai oleh jiwa.
Bagi
Socrates dalam kematian jiwa dan tubuh terpisah, tubuh menjadi hancur
dan jiwa meneruskan “perjalanannya”, karena jiwa bersifat langgeng.
Seperti dikenal dalam legenda kuno Yunani, bahwa jiwa-jiwa orang mati
akan kembali ke rumah Hades, dan kelak di kemudian hari akan dihidupkan
lagi dari kematian. Menurutnya hal tersebut berarti orang-orang yang
hidup adalah mereka yang dibangunkan kembali dari kematiannya. Ini
membuktikan bahwa jiwa memang benar-benar ada di sana, dan tak mungkin
dihidupkan lagi apabila jiwa tersebut tidak ada. Hal ini sudah merupakan
bukti bahwa orang-orang yang kini hidup datang dari mereka yang
sebelumnya telah mati dan dibangunkan kembali. Dengan demikian jika jiwa
itu telah ada sebelumnya, dan jika pada waktu kita lahir jiwa datang
dari orang yang mati maka jiwa tersebut tetap ada ketika seseorang
meninggal sebab nantinya dia akan dilahirkan kembali. Jadi untuk apa
manusia harus takut pada kematian? Bukankah pada akhirnya akan lahir
kembali? Demikian dalihnya.
Menurut Socrates tubuh
merupakan hal yang tampak dan selalu berubah-ubah, sedangkan jiwa
sebagai hal yang tak tampak yang selalu sama tak berubah-ubah. Ada
kemungkinan jiwa kita akan selalu dibawa tubuh ke arah sesuatu yang
berubah dan terbawa ke keadaan kacau tersesat kehilangan arah. Namun
apabila jiwa mampu mempelajari segala sesuatunya sendiri, maka ia akan
menuju ke sesuatu yang murni dan abadi tak dapat mati serta tak akan
berubah.
Dalam hubungan dengan hal ini maka jiwa
tinggal bersama kebaikan setiap kali jiwa terpisah dari tubuh. Dapat
dikatakan bahwa jika jiwa yang murni lepas dari tubuh maka tidak akan
membawa-bawa tubuh lagi karena memang tidak perlu lagi bersatu dalam
hidup, melainkan menjauhi keinginan badani. Jiwa dalam kondisi ini
melatih diri bebas dari keinginan badani, kejahatan, keburukan, dan
penyakit duniawi lainnya. Dengan demikian jiwa terkondisi dalam keadaan
mencinta kebijaksanaan sejati.
Hades, Tempat Bersemayam Jiwa
Socrates
menganggap jiwa yang langgeng dan terlatih ini berperan penting dalam
menghadapi kematian, maka jiwa membutuhkan perawatan sepanjang waktu.
Jika kematian terbebas dari segala sesuatu, maka akan merupakan suatu
keuntungan yang sangat besar bagi orang-orang jahat untuk terbebas dari
tubuhnya dan kejahatan mereka bersama-sama dengan jiwanya. Lebih-lebih
ternyata jiwa itu tidak dapat mati, maka tak ada jalan baginya untuk
terlepas dari kejahatan dan tak dapat menyelamatkannya kecuali ia bisa
menjadi sebaik dan sebijaksana mungkin. Sebab ketika jiwa datang ke
rumah Hades, sebuah tempat persemayaman kebijaksanaan bagi jiwa, dia
tidak akan membawa apa-apa kecuali latihan yang diterimanya.
Jalan
menuju Hades tidaklah mudah tetapi memiliki banyak cabang dan
pemberhentian yang akan berakibat pada keadaan jalan yang salah. Jiwa
yang bijaksana dan mulia dapat mengikuti dan mengerti keadaan yang
demikian, namun jiwa yang masih memiliki nafsu badani akan terus
menginginkan pemuasan nafsu dan bergentayangan di dunia yang tampak
dalam wujud roh hantu, setan dan semacamnya. Ketika jiwa yang tidak
murni ini datang ke tempat berkumpul lainnya, maka ia tidak akan bisa
diterima dan dijauhi oleh jiwa lainnya.
Jiwa-jiwa
yang menjalani kehidupan di dunia dengan kemurnian dan kemuliaan akan
mendapatkan dewa-dewa sebagai kawan seperjalanan dan masing-masing
mendapat tempat yang pantas. Suatu tempat yang tidak pernah dapat
disamai keindahannya kala hidup di dunia. Keindahan tempat yang hanya
dapat ditinggali oleh jiwa-jiwa yang bersih dan murni.
Apa
yang dikatakan oleh Socrates tentang perjalanan dan persemayaman jiwa
adalah sebuah pandangan spiritual. Pemikirannya tentang jiwa tak pernah
mati, tak jauh berbeda dengan konsep reinkarnasi yang diyakini oleh
penganut agama-agama ortodoks seperti Buddha dan Tao. Demikian juga
konsepsinya tentang akhir dari persemayaman jiwa. Jiwa yang bersih bisa
kembali ke asalnya, sebaliknya jiwa yang kotor penuh dosa akan merana.
Wajar saja jika Socrates oleh para pengikutnya dianggap sebagai semacam
nabi atau orang suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar